welcom 2 d_she blog! GO!

Foto saya
Saya saat ini masih duduk di bangku kelas tiga SMA,tapi dalam hitungan bulan saya akan cepat2 meninggalkan SMA fav saya tersebut...saya ingin cepat lulus, serta meneruskan kuliah di UNNES fakultas matematika kependidikan...atau STAN... success 4 me, because i'll try to get it...jia you!!!

Check Out my SlideSHOW...

MiniGameZ

Minggu, 30 November 2008

Kesalahpahaman

NAMANYA Ferderika, seorang anak remaja yang sedang duduk di bangku SMA kelas X di suatu sekolah SMA Negeri di Jakarta.

Hari itu hari selasa, seperti biasa Ferderika bangun agak siang, pukul 06.00. Padahal sekolah dimulai jam 06.30. Dia tahu kalau hari itu ada jam pelajaran kesenian. Pelajaran kesenian pada hari itu rencananya akan diadakan praktek tari. Praktek itu akan diadakan di luar kelas pada sore hari. Ibu guru seni tari itu bernama bu Endar.

“Teng… teng… teng…”, bel sekolah itu berbunyi tepat pukul 07.00.

Terlihat di lapangan depan sekolah itu seorang perempuan sedang berlari dengan terburu-buru menuju ke gedung sekolah. Siswi itu tampak sangat kecapaian, terlihat dari keringat yang mengucur dari seluruh tubuhnya. Sering kali siswi itu melihat kearah jam yang ada ditangannya.

“Duh, gue telat nih, apalagi pelajaran pertama bu Endar lagi”, kata siswi yang sedang berlari itu sambil menuju ke lorong yang menuju ke kelasnya.

Terlihat bet yang menggantung di dadanya. Namanya Shaffira Ferderika Noviana. Tubuhnya semampai, rambutnya terurai panjang dan berponi ke sebelah kiri, kulitnya yang kuning langsat itu membuatnya disukai banyak cowok. Ferderika sangat suka berpakaian dengan rapih, dia tidak suka berpakaian yang aneh-aneh, seperti yang banyak dikenakan remaja pada akhir-akhir ini. Ferderika juga termasuk anak yang pintar dan rajin yang membuatnya banyak disukai oleh guru-guru khususnya mata pelajaran eksak. Hanya ada sesuatu yang membuatnya dibenci oleh seorang guru kesenian, sesuatu itu adalah karena dia sering terlambat. Dan guru kesenian itu sangat membenci anak yang terlambat.

Di dalam kelas, suasana yang sebelumnya gadh tiba-tiba enjadi hening tepat saat pintu geser di kelas itu terbuka. Terlihat sosok permpuan killer yang matanya langsung menjelajah ke seluruh pejuru kelas. Semua kursi tampak terisi, tetapi ada satu kursi kososng yang terletak di pojok depan. Mata guru killer tersebut langsung menuju ke kursi kosong tersebut dan menanyakan ke seorang siswi yang ada disebelahnya dengan mata seram.

“Kemana Ferderika?”, Tanya guru killer itu.

“Ferderika…”, perkataannya terputus saat akan menjawab pertanyaan tersebut karena mendengar suara pintu geser kembali terbuka.

Ferderika tampak terengah-engah sambil memegang pintu geser tersebut. Badannya berkeringat, dan wajahnya tampak memerah.

“Maaf bu, saya terlambat”, kata Ferderika sambil ketakutan menatap kearah guru killer itu.

“Kenapa bisa terlambat? Padahal sudah saya kasih tahu kalau ada pelajaran saya, harus tepat waktu!”

“Maaf bu…”

“Ya sudah, jangan diulangi lagi! Dan kembali ke tampat dudukmu!”

“Terima kasih bu…”

Ferderika menuju ke tempat duduknya di sebelah Vita.

“Vit, Bu Endar galak banget yah, padahal Cuma telat sedikit, sudah dimarahin begitu”, kata Ferderika masih sambil sedikit kecapaian.

“Yah, begitulah Bu Endar, kamu sudah tahu kan kalau Bu Endar itu killer, tapi kenapa kamu masih terlambat?”

“Soalnya…”

“Ferderika!!! Sudah terlambat, di kelas masih cerita sendiri! Perhatikan saya atau akan saya beri hukuman kamu!”, teriak Bu Endar dengan muka yang garang.

“Ya bu, maaf bu”, jawab Ferderika dengan suara yang bergetar. Ia tampak sangat ketakutan karenanya.

Sepertinya waktu berjalan sengat cepat dan waktu dua jam pun serasa seperti duapuluh menit. Pelajaran Bu Endar pun sebentar lagi usai.

“Anak-anak, jangan lupa nanti sore berangkat jam 3 buat praktek tari, dan jangan ada yang terambat semenitpun!”, kata Bu Endar dengan nada yang galak.

“Ya bu…” kata para siswa di kelas tersebut serempak.

Di pojok kelas, tempat duduk paling belakang duduklah seorang pria berrambut pendek yang mukanya agak sedikit jerawatan dan berkulit sawo matang. Dia sedang melihat kea rah Ferderika dengan agak tersenyum.

“Woy Fred!”, tiba-tiba ada seorang pria yang menyenggol bahunya dengan tangannya.

“Jangan ngelamun mulu! Ngelamunin siapa hayo?”, kata pria yang tadi menyenggol Fred dengan nada sedikit menggoda.

“Huh! Sukanya mbuyarin pikiran orang, ya sudah ayo pulang!”, jawab Fred sinis.

“Yah, gitu aja sewot, lo ga asik ah, mank lo ngelamunin siapa sih?”

“Pengen tau?”

“Ya, gue pengen tahu lah makannya aku nanya, gimana sih lo?!”

“Gue ngelamunin kucing gue yang lagi e’ek tahu di rumah! Ha ha ha ha…”, kata Fred sambil tertawa senang karena Fred merasa kalau dia berhasil membodohi temannya itu.

“Huh, dasar lo! Ya sudah, gue cabut duluan yah!”, kata temannya Fred sambil setengah berlari menjauhi Fred menuju ke parkiran mobil.

“Ya udah sana!”

Fred juga berjalan kearah parkiran mobil. Dia merogoh sakunya, diambilnya kunci mobilnya dan ditekannya tombol merah yang ada di kunci itu.

Terdengar suara bunyi “tiut” dan lampu sein menyala dari mobil yang ada di sudut parkiran itu. Mobil itu berwarna biru metalik.

Fred pulang mengendarai Honda Jazznya yang baru dibelinya saat dia ulang tahun kemarin.

Sesampainya di rumah, Fred langsung menuju ke kamarnya dan meletakkan tasnya di atas ranjangnya. Fred lalu langsung menjatuhkan dirinya di ranjangnya yang empuk.

Sembari tiduran, ia mengambil tasnya dan mengambil ponselnya yang bermodel flip. Lalu ia mengoperasikan ponselnya untuk mencari kontak Edy, sahabat karibnya.

“Edy tahu nomernya Ferderika nggak yah?”, piker Fred sambil terus mengoperasikan ponselnya menuju ke layanan pesan.

Setelah selesai mengetik, lalu dia mengirimkan pesan tersebut kepada Edy.

Sambil menunggu jawaban pesan dari Edy, Fred bangkt dar ranjangnya lalu menuju ke dapur untuk mengambil sedikit minuman. Fred tampak haus sekali, soalnya hari ini Fred sama sekali tidak pergi ke kantin. Ya, dompetnya lupa ia bawa. Biasalah, kalau seseorang sudah memikirkan tentang cewek, hal-hal yang kecil entah apa itu pasti ada yang lupa.

Setelah selesai menghabiskan minumannya yang dingin, Fred tiba-tiba mendengar suara dering ponselnya. Ia tahu kalau itu adala nada dering yang menandakan ada pesan masuk.

Pasti itu dari Edy. Fred langsung menaruh gelasnya di atas meja lalu langsung berlari menuju ke arah kemarnya.

Di kamarnya, ia lalu mengambil ponsel flipnya yang tergeletak di atas kasur dan layar eksternalnya masih menyala.

Fred lalu membuka ponselnya. Setelah membaca pesan itu, wajah yang sumringah tampak jelas di wajah Fred.

“Yes! Akhirnya kudapatkan nomornya!”, katanya sambil meninjukan kepalannya ke atas udara.

Fred langsung menjatuhkan lagi tubuhnya ke ranjangnya dan langsung mengoperasikan ponselnya untuk menyimpan nomor kontak yang baru saja didapatnya, dan disimpannya dengan nama “Ferderika”.

Tanpa pikir panjang ia langsung mengirim pesan ke Ferderika. Tampak di layar ponsel Fred sedang mengetik,”Hai, kamu Ferderika kan? Boleh kenalan nggak?”. Setalah selesai, Fred langsung menekan tombol “Send”.

Tak lama menunggu akhirnya pesan Fred itu langsung dibalas oleh Ferderika.

“Hai juga, ya aku Ferderika, boleh kok, kamu siapa?”, balas Ferderika dalam pesan itu.

Bagus!, Fred sangat senang dapat balasan yang positif dari Ferderika. Tanpa pikir panjang-pun Fred langsung membalasnya lagi.

Lalu Fred membalas dengan mengetik,”Aku Fred, teman sekelasmu, tapi aku nggak terlalu kenal ma kamu, makannya aku pengin lebih kenal ma kamu. Boleh nggak?”, lalu Fred kembali mengirimnya kepada Ferderika.

Tidak ada dua menit, ponsel Fred berdering lagi yang menandakan ada pesan masuk.

Di dalam pesan tersebut Ferderika menjawab,”Oh, kamu Fred yah? Ya boleh kok. Eh, ntar yah aku mau siap-siap buat berangkat praktek tari dulu”

Muka Fred mengerut saat membaca balasan pesan dari Ferderika. Lalu ia mempunyai ide bagus, dan dengan segera Fred membalas pesan Ferderika dengan mengetik,”Eh, kamu mau aku jemput nggak?”

Lama ditunggu balasan dari Ferderika-pun tak kunjung datang. Akhirnya Fred memutuskan untuk berangkat sendiri. Fred pikir mungkin pulsa Ferderika habis, jadi dia tidak bisa membalas pesan Fred.

Fred bangkit dari ranjangnya dan meletakkan ponsel flipnya di atas meja belajar yang terletak di samping ranjangnya. Lalu Fred pergi keluar kamar dan menuju ke kamar mandi untuk mandi.

Selesai mandi, Fred langsung memakai kaos oblong polos berwarna putih, tapi bagian belakangnya ada tulisan “BALI BALI”. Fred mendapatkan kaos itu saat ia berlibur di Bali. Lalu diambilnya kunci Jazznya dari atas mejanya dan langsung menuju ke garasi tempat mobilnya berada.

Fred masuk ke dalam mobilnya yang diparkir tepat ditengah-tengah garasi itu. Terlihat dasbor mobil Fred sangat terawat dan sepertinya setiap minggu Fred selalu mengelapnya hingga mengilap.

Fred menyalakan mesin mobilnya, dan akhirnya Fred pergi ke praktek seni tari itu tanpa Ferderika. Fred sangat berharap pada saat itu Ferderika duduk si kursi penumpang di sebelah Fred sambil bercanda. Tapi sepertinya ia dan Ferderika tidak akan mungkin akra secepat itu, apalagi Ferderika merupakan tipikal cewek pemalu apabila sudah berurusan dengan cowok.

Jam digital yang ada di dasbor itu menunjukkan pukul 02.46. Fred sengaja mempercepat jam yang ada di mobilnya agar ia tidak dating terlambat saat ke sekolah. Apalagi Fred tahu kalau di sekolahnya ada guru yang sangat tertib waktu seperti Bu Endar. Yah, alhasil Fred tidak pernah terlambat sampai saat ini. Ia malah pernah datang terlalu pagi saat akan ada pelajaran seni tari.

Sesampainya di sekolah Fred melihat kerumunan cewek-cewek sekelasnya dari balik kaca mobilnya. Tapi ia tidak dapat menemukan Ferderika di antara cewek-cewek itu. “Ferderika dimana yah? Masa jam segini belum berangkat? Padahal lima menit lagi masuk”, kata Fred dengan lirih. Fred lalu melihat ada tempat parkir kosong disebelah mobil Terios. Langsung saja Fred memarkirkan mobilnya disana.

Saat Fred keluar dari mobilnya, Fred melihat di ujung lapangan, tepatnya di pintu gerbang depan sekolah itu, tampak Ferderika sedang berlari dan seperti biasa tubuhnya selalu dibasahi oleh keringat. Ferderika terlihat ngos-ngosan, dan akhirnya ia sampai juga di depan gedung tari. Ferderika lalu bersender di tembok gedung tari itu, tampaknya ia sangat kecapekan.

“Teeeeet….”, suara bel sekolah itu berdering yang menandakan kalau sudah saatnya para remaja yang ada di luar gedung tari masuk ke dalam gedung untuk mengikuti praktek tari.

Bu Endar tampak berjalan masuk ke gedung tari, lalu diikuti oleh para siswa yang tadi sedang berkerumun dengan teman temannya yang sejenis kelaminnya.

Saat sudah masuk ke dalam gedung, suasana yang sebelumnya panas, berubah menjadi dingin, teduh dan sejuk. Gedung itu tampak sangat luas, seperti gedung olahraga. Banyak peralatan-peralatan tari yang tergeletak di pinggiran lantai. Kalau dihitung, jumlahnya mungkin setara dengan siswa-siswa yang sekarang sedang berada di dalam gedung. Di bagian depan ruangan itu ada lantai yang sedikit lebih tinggi ketimbang lantai yang lainnya. Biasanya lantai itu digunakan untuk para guru pembimbing yang akan menjelaskan gerakan-gerakan tari atau menjelaskan tentang teori tari. Di antara lantai yang lebih tinggi dengan lantai yang rendah dihubungkan oleh tangga kecil yang hanya terdiri dari tiga anak tangga.

Bu Endar tanpa pikir panjang langsung naik ke lantai yang lebih tinggi itu, dan langsung mengabsen siswa-siswa yang hadir. Matanya yang seperti mata elang, membuatnya tidak akan ada satupun anak lepas dari perhatiannya. Jadi, apabila ada yang membolos atau tidak ikut pelajarannya akan ketahuan dengan mudah.

Setelah selesai mengabsen, Bu Endar langsung menjelaskan tentang gerakan-gerakan tarian yang harus dipelajari oleh para siswa.

Sembari memperhatikan perkataan Bu Endar—soalnya dia tidak mau apabila tiba-tiba ditanya oleh Bu Endar, tidak bisa dijawabnya—Fred juga memperhatikan Ferderika yang ada di dalam kerumunan cewek yang berada di sampingnya. Ferderika tampak biasa-biasa saja setelah menerima pesan dariku, tidak menyapa, bahkan dia tidak melirik kepada Fred.

Penjelasan Bu Endar tentang tarian akhirnya selesai juga. “Ya, sekarang akan ibu buat pasangan-pasangan diantara kalian untuk mempraktekkan terian yang telah ibu ajarkan!”, kata Bu Endar dengan nada yang tegas seperti biasanya.

“Tolong kamu Vit, ambilkan buku absen ibu!”, pinta Bu Endar sambil menunjuk ke arah Vita.

“Baik bu”, jawab Vita. Lalu Vita beranjak dari duduknya dan mengambil buku absen milik Bu Endar, lalu menyerahkannya kepada Bu Endar. Setelah itu, Vita kembali lagi ke tempat duduknya.

“Sekarang akan ibu bacakan pasangan untuk kalian! Karena jumlah cowok dan cewek tidak sama, nanti ada salah satu murid yang harus berpasangan cewek dan cowok”, kata Bu Endar sambil membuka-buka buku absennya.

Fred tiba-tiba merasa senang. “Aku harus bersama Ferderika!”, katanya dalam hati.

Bu Endar memulai membacakan pasangan-pasangan yang sudah dibuatnya.

Dari awal nama Fred dan Ferderika beum terpanggil. Fred semakin berkeringat dingin. Sembari mendengarkan Bu Endar, Fred juga berdo’a sambil mengepalkan tangannya.

Semua siswa tampaknya sudah memiliki pasangan, tinggal Fred dan Ferderika. Dan tampaknya do’a Fred terkabulkan.

“Alfa Freddrik, kamu terpaksa saya pasangkan bersama dengan Shaffira Ferderika Noviana”, kata Bu Endar sambil menatap kearah keduanya.

Fred tiba-tiba menjad sangat senang, karena tidak percaya do’anya terkabulkan. Tetapi tiba-tiba seisi gedung kecuali Bu Endar menyorakinya. Fred dan Ferderika menjadi malu, wajah Ferderika tampak memerah, begitu pula dengan wajah Fred. Bahkan tidak hanya wajah Fred yang memerah, tapi dia juga banyak berkeringat dingin, Fred sangat grogi. Perasaan Fred saat itu bercampur aduk antara malu dan senang.

“Sudah-sudah! Sekarang mulailah berpasangan!”, perintah Bu Endar kepada siswa-siswa sambil berusaha menenangkan kegaduhan yang baru saja terjadi dengan menepuk kedua tangannya dengan keras.

Para siswa langsung menuju ke pasangan masing-masing, begitu pula dengan Fred dan Ferderika. Dengan wajah yang malu-malu, akhirnya mereka berpasangan juga. Tangan Fred dan Ferderika bergandengan, karena memang begitu instruksi dari Bu Endar. Fred tampak sangat gembira sekali.

Seiring degan berjalannya waktu, Fred tidak lagi grogi berpasangan dengan Ferderika.

Praktek taripun usai. Ferderika memisahkan diri dari Fred, dan kembali ke kerumunan cewek. Fred bingung kenapa bisa terjadi, tapi akhirnya Fred dapat berpikir positif. “Ah mungkin karena dia malu, jadi dia melepaskan tanganku”, pikirnya dalam hati.

Kelas dibubarkan, Fred menuju ke mobilnya yang tadi diparkirkan disebelah Terios milik temannya. Fred mencari-cari Ferderika untuk diajak pulang bersama. Tapi Fred tidak menemukannya. Tampaknya Ferderika sudah buru-buru pulang. Akhirnya Fred pulang dengan sedikit kecewa.

Sesampainya di rumah, Fred langsung menuju ke kamarnya dan duduk di ujung ranjangnya. Fred mengambil ponselnya yang ada ditasnya dan langsung membuka lalu mengoperasikannya untuk mengirim pesan. Fred ingin mengirim pesan kepada Ferderika tentang praktek tari tadi.

Setelah selesai mengetik pesannya, Fred langsung menekan tombol “Send”.

Fred menunggu lama, tapi pesannya tidak kunjung dibalas. Fred merasa aneh, “Apa yang terjadi dengannya?”, pikirnya dalam hati.

Hari semakin gelap karena jam analog yang menggantung di dinding kamarnya menunjukkan pukul 06.00. Fred akhirnya menaruh ponselnya di atas meja, lalu melanjutkan aktifitas sehari-harinya di rumah.

Esoknya di sekolah.

Fred, seperti biasanya berangkan lebih awal dibandingkan dengan teman-temannya. Ferderika juga tidak seperti biasanya. Dia tampak sudah di kelas saat Fred datang. Ferderika tidak menyapa Fred saat lewat di depannya.

Sepertinya efek dari praktek tari itu sudah membuat Ferderika semakin tertutup kepada Fred. Akhirnya Fred menyerah untuk mengejar-ngejar Ferderika. Mereka semakin berjauhan, dan kembali seperti sedia kala.

Seiring dengan berjalannya waktu, Fred tidak mengganggu Ferderika lagi dengan pesan-pesannya. Dan seolah-olah kejadian sebelumnya seperti tidak pernah terjadi. Akhirnya mereka berteman seperti sedia kala tanpa ada rasa suka atau cinta dari dalam diri Fred.

 

 

Jumat, 28 Nopember 2008 pukul 05:29

 cerpen oleh : Sahid Nur Afrizal

 
Blogger Templates by Wishafriend.com